
PENDAHULUAN
Lobster Air Tawar capit merah atau redclaw (Cherax quadricarinatus) merupakan udang-udangan dengan bentuk badan seperti lobster air laut tetapi semua siklus hidupnya berlangsung di air tawar. Besarnya Produktivitas induk lobster dapat dinilai dari tingginya produksi dalam satu kali siklus budidaya, dimana tingginya kualitas produksi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu pemilihan induk yang baik. Induk yang baik yaitu memiliki pertumbuhan yang cepat, secara morfologi organ tubuhnya lengkap atau tidak cacat, sehingga diharapkan dapat menghasilkan larva dalam jumlah banyak. Dalam proses produksinya induk lobster melakukan pengeraman telur hingga menetas, telur yang dierami terletak pada bagian abdomen dari tubuh induk. Jumlah telur yang dierami oleh induk dipengaruhi oleh ukuran abdomen, semakin cepat pertumbuhannya maka akan mempengaruhi panjang dan berat tubuh induk .Melihat dari cara perkembangbiakannya maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah panjang dan berat induk memiliki hubungan terhadap jumlah produksi larva yang dihasilkan.METODE PENELITIAN
Data yang diperoleh menggunakan metode observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dan pencatatan secara sistemaik terhadap gejala atau fenomena yang diselidik.Pengumpulan Data
Data yang diperoleh menggunakan metode Sensus. Pengumpulan data dilakukan secara langsung terhadap objek penelitian, yaitu induk lobster yang siap untuk dirontokkan. Waktu pengambilan data hanya dilakukan jika ada lobster yang siap untuk dirontokkan. Pada saat pengambilan data tidak ditentukan jumlahnya, artinya tergantung dari jumlah lobster yang siap dirontokkan, selama waktu penelitian induk yang dihitung larvanya yaitu berjumlah 50 ekor. Data yang dikumpulkan meliputi: Berat induk lobster, panjang induk lobster, dan jumlah larva yang dihasilkan oleh induk lobster.- Berat induk Lobster diukur pada saat larva telah dirontokkan, dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 1 gram.
- Setelah pengukuran berat kemudian dilakukan pengukuran panjang induk lobster yang dimulai dari ujung rostrum sampai dengan ekor, menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm.
- Jumlah larva dihitung setelah perontokan larva, menggunakan handcounter
Analisa Data
Data hasil penelitian yang meliputi berat, panjang dan jumlah larva dimasukkan kedalam tabel (tabulasi), dan dibuat deskripsi statistik. Untuk melihat hubungan antara bobot dan panjang induk terhadap produksi larva di gunakan analisis regresi dan korelasi.HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Panjang Tubuh Induk Lobster (cm) Dengan Jumlah Produksi Larva (ekor)
Dari hasil penelitian di lapangan didapatkan data panjang induk lobster dan jumlah larva yang dihasilkan seperti tercantum pada Tabel 1 di bawah ini.



Hubungan Berat Tubuh Induk Lobster (gram) Dengan Jumlah Produksi Larva (ekor)
Dari hasil penelitian di lapangan didapatkan data berat tubuh induk lobster dan jumlah larva seperti tercantum pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Data Berat Tubuh Induk (gram) dan Jumlah Larva (ekor)



Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian menunjukkan kisaran yang tidak membahayakan bagi kehidupan induk lobster . Data parameter kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Kualitas Air Selama Penelitian
Pembahasan
Pada pengambilan data panjang tubuh induk dan jumlah produksi larva yang diambil pada 50 ekor induk lobster didapatkan data panjang tubuh induk lobster dengan nilai kisaran yaitu nilai panjang terendah 8,3 cm dan nilai panjang tertinggi 13,7 cm, serta jumlah produksi larva dimana jumlah produksi larva terendah yaitu 162 ekor dan jumlah larva tertinggi yaitu 691 ekor. Komposisi panjang tubuh induk lobster dan jumlah produksi larva seperti tertera pada Tabel 1, dimana hasil perhitungan hubungan antara keduanya dengan menggunakan analisa regresi didapatkan persamaan sebagai berikut Y= 112,39x – 848,51. Hubungan panjang tubuh dengan jumlah larva dapat dibuat grafik seperti pada gambar 1. Menurut Wooton (1995), jumlah larva merupakan fungsi dari ukuran tubuhnya. Hubungan panjang tubuh dengan jumlah larva diperoleh diagram pencaran yang ditunjukkan oleh garis best fit dimana titik-titik yang merupakan variabel x (panjang tubuh induk) dan variabel y (jumlah larva) menyebar disekitar garis. Hal ini berarti terdapat hubungan yang erat diantara kedua varibel tersebut dengan diperolehnya koefisien korelasi (r) sebesar 0,902 dari hasil analisa regresi yang juga menunjukkan adanya korelasi positif antara panjang tubuh induk dan jumlah larva yang dihasilkan. Hasil Uji t dengan menggunakan taraf uji 95 % menunjukkan bahwa persamaan regresi hubungan panjang tubuh induk dengan jumlah larva dapat digunakan untuk menduga jumlah larva yang diproduksi berdasarkan panjang tubuh induk dan sebaliknya. Seperti yang dikemukakan Effendie (1997) bahwa jumlah larva sering dihubungkan dengan panjang dan cenderung terdapat hubungan yang erat diantara keduanya. Menurut Effendie (1997), jumlah larva yang dihasilkan oleh induk udang selain dipengaruhi ukuran tubuh juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti persediaan makanan, kepadatan populasi, suhu, oksigen. Effendie juga menambahkan bahwa semakin panjang tubuh induk, maka akan semakin panjang rongga perut dalam tubuhnya. Sehingga pengisian gonad dalam rongga tubuh udang juga akan membesar seiring dengan pertumbuhan panjang. Semakin besar gonad udang maka fekunditasnya akan semakin besar pula dan pada akhirnya jumlah larva yang dihasilkan akan semakin banyak. Kematangan kelamin udang pertama kali dicapai pada umur 3-4 bulan dengan panjang badan 10-12 cm . Jumlah larva yang dihasilkan dipengaruhi oleh umur, ukuran, dan pakan yang dikonsumsi. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap 1 cm panjang tubuh induk udang dapat menghasilkan larva 10-20 ekor (Hadie dan Emmawati, 2002), selain itu hadie dan emmawati juga menambahkan jumlah larva yang dihasilkan juga dipengaruhi aktifitas selama masa pengeraman, karena selama masa pengeraman induk selalu mengerak-gerakkan kaki renangnya untuk mensuplai kebutuhan oksigen telur, dimana pergerakan kaki-kaki renang induk tersebut dapat menyebabkan telur yang dierami terlepas dari tubuh induknya sehingga telur tersebut tidak dapat menetas yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi larva. Pada pengambilan data berat tubuh induk dan jumlah produksi larva yang diambil pada 50 ekor induk lobster didapatkan data berat tubuh induk lobster dengan nilai kisaran yaitu nilai berat terendah 25 g dan nilai berat tertinggi 48 g, serta jumlah produksi larva dimana jumlah produksi larva terendah yaitu 162 ekor dan jumlah larva tertinggi yaitu 691 ekor. Dengan menggunakan analisa regresi didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,805 yang berarti jumlah produksi larva dipengaruhi oleh berat tubuh induk lobster, dimana pengaruh berat tubuh induk lobster terhadap jumlah produksi larva adalah sebesar 80,5 %.hubungan antara berat tubuh induk lobster terhadap jumlah produksi larva yang dapat ditunjukkan dengan garis best fit yang mewakili titik-titik antara variabel x (berat tubuh induk) dan variabel y (jumlah larva) seperti ditunjukkan pada gambar 2. Menurut Steffens (1989), pertumbuhan lobster meliputi pertambahan panjang dan pertambahan berat, dimana pertumbuhan akan terjadi baik dalam pertambahan panjang atau berat dari ikan hanya jika kebutuhan akan jumlah pakan yang dicerna sesuai dengan kebutuhan untuk kegiatan pemeliharaan tubuh. Disamping itu untuk meramu makanan udang bahan baku untuk pakan dibagi dalam dua golongan menjadi dua kelompok, yaitu bahan baku makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan ikutannya, merupakan sumber karbohidrat yang mengandung serat kasar tinggi, oleh karena itu bahan ini sangat sedikit digunakan karena udang tidak efisien untuk mencerna bahan baku golongan ini, kelompok yang lain yaitu kelompok bahan baku makanan yang berasal dari hewan dan ikutannya, merupakan sumber protein dan asam amino yang relatif cukup lengkap, dengan rata-rata serat kasar yang dikandungnya relatif rendah. Maka sangat potensial untuk makanan udang, hanya umumnya harganya relatif mahal dibandingkan dengan bahan baku dari tumbuhan dan ikutannya Pakan yang dikonsumsi oleh induk lobster akan digunakan untuk berbagai aktifitas fisiologis dalam tubuh induk lobster seperti perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, pertumbuhan dan juga untuk reproduksi dalam hal ini yaituuntuk memproduksi telur, oleh karena itu induk lobster memerlukan pakan yang secara kualitas memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama protein yang berasal dari bahan hewani (Murtidjo, 2006). Menurut Wiyanto dan Hartono (2003), kemampuan induk lobster dalam menghasilkan telur tergantung pada pakan yang diberikan dan kepadatan populasi, disamping itu kamampuan induk dalam menghasilkan telur juga dipengaruhi oleh ukuran carapace abdomen dalam tubuh induk lobster karena dalam masa reproduksi lobster terdapat masa pengeraman telur selama 40-45 hari, dimana telur yang dierami ditampung di bagian bawah abdomen di sekitar kaki-kaki renang.KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
- Terdapat hubungan antara panjang tubuh induk dengan jumlah produksi larva yang ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,8151 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9028 yang berarti bahwa pengaruh panjang tubuh induk terhadap jumlah produksi larva yaitu sebesar 90,28%. Dimana hubungan antara panjang tubuh induk lobster dengan jumlah produksi larva dapat dibuat persamaan regresi dengan persamaan Y = 112,39x -84851.
- Terdapat hubungan antara berat tubuh induk dengan jumlah produksi larva induk larva yang ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,897 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,805 yang berarti bahwa pengaruh berat tubuh induk terhadap jumlah produksi larva yaitu sebesar 80,5%. Dimana hubungan antara berat tubuh induk lobster dengan jumlah produksi larva dapat dibuat persamaan regresi dengan persamaan Y = 13,32x – 11,29
- Dilihat dari hasil, bahwa panjang memiliki hubungan yang lebih erat terhadap produksi larva dibanding dengan berat pada tubuh induk.
Saran
Saran yang diberikan dalam penelitian ini yaitu bahwa perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai produksi larva berdasarkan ukuran tubuh induk yang berasal dari berbagai tempat dengan maksud untuk mengetahui faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi produksi larva dari induk lobster, di luar keadaan morfologi induk lobster seperti keadaan cuaca, letak geografis, wadah pembenihan, pakan, dan masih banyak faktor-faktor lain.DAFTAR PUSTAKA
Amri, K.2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta Buwono, I.D. 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengeloloaan Berpola Intensif. Kanisius. Yogyakarta Darmono, 1991. Budidaya Udang penaeus. Kanisius. Yogyakrta Dinas Perikanan Propinsi Jawa Tengah. 1996. Pengelolaan Air Pada Budidaya Udang. Dinas Perikanan. Jawa Tengah. Semarang Effendie, H.2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Effendie, M.I.1979. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB, Bogor Hadie. S. 1987. Metode Penelitian. Gadjah Mada Press. Yogyakrta Hadie, W. dan Supriatna, J. 1998. Pengembangan Udang Galah Dalam Hatchery dan Budidaya. Kanisius. Yogyakrta Hanafiah, A.K. 1993. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta Iskandar.2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Agromedia Pustaka, Jakarta Martosudarmo, B. dan B.S. Ranoemiharjo. 1980. Biologi Udang penaid. Ditjen Perikanan, Jakarta Mudjiman, A. 1998. Budidaya Udang Galah. Penebar Swadaya. Jakarta Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya Udang Galah Sistem Monokultur, Kanisius. Yogyakrta Santosa, dan Ashari.2003. Statistik Toeri Dengan Program MS Excel dan SPSS Versi 11. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Srigandono, B. 1981. Rancangan Percobaan. Universitas Diponegoro. Semarang Sudjana, 1989. Desain dan Analisis. Tarsito. Bandung Sukmajaya, Y. Dan Suharjo,I. 2003 Lobster Air Tawar Komoditas Perikanan Prospektif. Agromedia, Jakarta. Wardoyo, S.T.H. 1983. Pengelolaan Kualitas Air. Proyek peningkatan Mutu Perguruan Tinggi, IPB. Bogor Wiyanto, H.R. dan Hartono, R. 2003. Lobster Air Tawar Pembenihan dan Pembesaran. Penebar Swadaya, Jakarta. Wiyanto, H.R. dan Hartono, R. 2003. Merawat Lobster Hias di Akuarium. Penebar Swadaya, Jakarta.Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.