izinperikanan.id

IZINPERIKANAN.ID

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Principal component analysis (PCA)

Principal Component Analysis (PCA) can be used to determine the relationship between water physicochemical parameters. Water physicochemical parameters are viewed based on depth, salinity, temperature, brightness, pH, dissolved oxygen (DO), organic C (in sediment), orthophosphate (in water column and sediment), nitrate (in water column and sediment), ammonia ( in water column and sediment)) and also to see if there is any grouping between stations based on these parameters.

Principal component analysis (PCOM) is used for the following reasons:

  1. Studying a data table/matrix from the perspective of similarities between individuals (rows) and variations (columns).
  2. Extracting important information contained in a large data table/matrix.
  3. Produces a graphical representation that facilitates interpretation.

AKU is a descriptive statistical method that aims to display in graphic form, the maximum information contained in a data matrix (Afifi and Clark, 1996). The data matrix in question consists of observation stations as statistical individuals (rows) and water physical-chemical factors as quantitative variations (columns).

The measured physicochemical parameters of the water do not have the same units, therefore in AKU the data needs to be equalized through centralization and reduction. Thus, the analysis results are not generated from the initial parameter values ​​but from the synthetic index obtained from a linear combination of the initial parameter values .

IF is a method to break or divide a matrix of similarities into factorial axes. The obtained factorial axes can be interpreted as correlations with the original variations. Each axis corresponds to a characteristic root of the matrix. The characteristic roots help quantify the portion of information explained by each axis. From these characteristics of roots, the number of axes to be evaluated can be determined. The characteristic roots of the matrix of similarities are transformed into class derivatives, where the corresponding axes (components) are displayed in successively larger order to minimize the number of variations in the matrix.

Determination of centralization and reduction is done by:

  1. The center value is the difference between the initial parameter value and the average parameter value.

Center (C) = Xi – X

  1. The reduction value is the result of dividing the value of the parameter that has been centered by the standard deviation value of that parameter.

Reduction (R) = C : Sd

R : Reduction Value

C : Initial parameter value

Sd : Standard deviation value of the parameter

To determine the relationship between two parameters, a correlation matrix approach is used which is calculated from synthetic indices:

 

: Correlation matrix;

: Synthetic Index Matrix;

: Transpose matrix;

The linear correlation between two parameters calculated from the synthetic index is the normalized (centered and reduced) covariance of the two parameters. The general form of the linear coefficient used (also called the Pearson coefficient) is based on the function (Legendre and Legendre, 1983).

The graphs displayed can be translated with the following references (Hofman, 2000; Sartono, 2001):

  1. The length of a variable vector is proportional to the diversity of the variables. The longer the vector of a variable, the higher the diversity of the variable.
  2. The cosine value of the angle between two variable vectors describes the correlation of the two variables. The narrower the angle made between the two variables, the more positive the correlation. If the angle made between the two variables is perpendicular, the correlation between the two is low. Meanwhile, if the angle is obtuse (in the opposite direction) then the correlation is negative.
  3. The position of an object in the same direction as a variable vector is interpreted as the magnitude of the variable value for the object in the same direction. The closer the object is to the direction indicated by a variable, the higher the role of the variable for that object. Meanwhile, if the direction is opposite, the value is low.
  4. The proximity of the location/position of two objects is interpreted as the similarity of the properties of the two objects. The closer the location of two objects, the more similar the properties indicated by the variable values.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Pencemaran Sampah Pelastik Di Laut Sangat Memperihatinkan

Bahaya Sampah Pelastik.

Pencemaran akibat sampah pelastik di laut sangat memprihatinkan. sampah pelastik tidak mudah di urai sehingga dapat bertahan hingga ratusan tahun.
Polusi pelastik adalah salah satu ancaman terbesar yang dihadapi lautan kita saat ini, sangat penting bagi kita untuk memiliki keyakinan untuk membersihkannya.

Puing-puing sampah pelastik tersebut sebagian besar mengapung di beberapa meter pertama kolom air setiap tahunnya, membunuh ribuan burung laut, kura-kura, ikan paus, dan mamalia laut lainnya. beberapa hewan terjerat di dalamnya, yang lain mengira itu makanan. Pelastik mengganggu pencernaan dan menimbulkan malapetaka pada organ-organ tubuh mereka.

Pelastik Adalah Bahan Yang Tak Tergantikan.

Pelastik adalah bahan yang tak tergantikan yang merupakan pusat kehidupan kita, tetapi menjadi rumit ketika kita harus membuangnya, dunia tenggelam dalam pelastik.

Seorang artis Mandi Barker menumpulkan pelastik dipantai dan dilautan diseluruh dunia dan mamerkannya untuk menggambarkan apa yang tidak dapat kita lihat tetapi secara paradoks di laut dan disamudera kita yang jauh dari penglihatan kita hanya menemukan sejumlah kecil sampah pelastik yang kita hasilkan. Jadi apa yang terjadi di dasar laut, pelastik sudah masuk ke dalam kolom air menjadi serpihan kecil dan masuk ke dalam rantai makanan.

Seorang Pakar Oceanografi dari USA  Kara Lavender Law mengatakan bahwa pelastik sekarang telah menjadi bagian integral dari lautan kita seperti algae dan plankton.

Apa yang terjadi dengan pelastik di dasar laut ?

Apakah pelastik sudah masuk ke dalam rantai makanan, apakah sudah hancur menjadi serpihan-serpihan kecil sehingga kita tidak dapat lagi melacaknya.  

Para ilmuwan dari seluruh dunia sedang meniliti dan bertanya-tanya apakah hal ini merubah ekosistem tanpa kita dapat mengukur konsekuensinya.

SEA EDUCATION ASSOCIATION WOODS HOLE, USA

Di Massachusetts, USA Kara Lavender Law memimpin program pendidikan tentang navigasi dan oseanografi telah dilalui oleh dua kapal mereka di samudera atlantik dan samudera pasifik selama bertahun-tahun. Kara Lavender Law memiliki rangkaian sampel pelastik. Menurut penelitian terbaru, jumlah serpihan pelastik di permukaan bisa mencapai 50.000 miliar keping ditemukan di mana-mana, dariArktik hingga Antartika, melalui daerah tropis. keping-keping ini seringkali hampir tak terlihat karena sebagian besar keping-keping ini berukuran kurang dari 5 milimeter. kita juga tahu bahwa setengah dari keping-keping ini terkumpul diinti pusaran air. dari air yang terbentuk oleh arus laut.

Saat ini kita menemukan pusaran samudera, lima zona akumulasi Dua di Pasifik, Dua di Atlantik dan Satu di Samudera Hindia. Kita sering menyebutnya Benua Pelastik.

Ketika kami melihat jumlah total pelastik yang terkumpul di pusaran subtropis menemukan bahwa jumlahnya tetap, stabil, kami tidak melihat peningkatan yang sangat signifikan seperti yang kami harapkan. Kami tidak berpikir alasannya adalah karena kita sudah lebih baik dalam mendaur ulang atau lebih baik dalam menjaga pelastik kita agar tidak masuk ke laut, tetapi sebaliknya kita berpikir bahwa setelah pelastik mengambang disini selama bertahun-tahun, entah bagaimana ia akan hilang dari permukaan laut.

Penelitian terbarunya yang paling menyeluruh di zaman kita menemukan hingga 236.000 ton namun ini hanya 1 % jumlah sampah yang masuk ke dalam laut dalam satu tahun, jadi itu jumlah yang sangat kecil. hanya 1% pelastik yang ditemukan di laut.Untuk lebih memahaminya kita harus melihat skala produksi pelastik pada tahun 1950 adalah 1,5 juta ton per tahun.

Saat ini jumlahnya mendekati 300 juta ton per tahun. Jumlah pelastik yang mengapung di permukaan laut yang diperkirakan oleh Kara Law tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang seharusnya kita temukan.

Bahayanya adalah orang-orang berpikir “oh baiklah itu hilang begitu saja, itu bukan masalah karena itu tidak ada” padahal faktanya, ketakutan terhadap hal yang tidak diketahui. Kita tidak tahu dimana itu berada. kita tidak tahu apa yang sedang terjadi. Kita tidak tahu apakah itu memiliki dampak lain yang bahkan belum kita bayangkan.

Menemukannya mengetahui dimana pelastik berada telah menjadi perhatian utama untuk memahami dampak dan perannya dalama ekosistem, Namun kita harus mulai dari awal dengan menelusuri seberapa banyak pelastik yang masuk ke lautan kita. Meskipun pertanyaan ini telah diajukan sejak tahun 1970-an.

Jawaban pertama yang diberikan adalah pada tahun 2015 oleh Jenna Jambek seorang Insinyur yang mengkhususkan diri dalam pengelolaan limbah. Penelitiannya memakan waktu 3,5 tahun. kami mengamati 192 negara di dunia dengan garis pantai dan penyangga 50 kilometer di mana limbah mungkin masuk ke laut melalui pembuangan mereka, pencucian atau ditiup angin ke laut dan kemudian dari sana kami memperkirakan persentase pelastik yang tidak dikelola dengan baik.

Kami menghitung dan memperkirakan bahwa 8 juta metrik ton pelastik masuk ke laut pada tahun 2010 dari 275 juta ton sampah pelastik, 32 juta ton tidak dikelola dengan baik, baik dikubur, dibakar, atau didaur ulang dan dibuang. Dari 32 juta  ton tersebut, 8 juta ton berakhir di laut.

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang skala masalah dan penunjukan hal tersebut dapat diselesaikan di daratan dengan pengelolaan sampah pelastik yang lebih baik. Menurut Jenna Jambek kalau kita tidak berbuat apa-apa 10 kali lipat lebih banyak pelastik akan masuk ke lautan kita di tahun 2025.

Sekali di laut sudah terlambat hampir mustahil untuk diambil kembali dan kita kehilangan jejaknya.  Namun perburuan jejaknya bukan hal baru, sudah dimulai sekitar 20 tahun yang lalu.

Francois Galgani dia tidak hanya terkenal karena studinya tetapi juga karena komitmennya, berkat dia pelastik telah menjadi indikator ketika mengukur kualitas air di Uni Eropa.

Pada tahun 1992 Francois Gargani menciptakan sebuah proyek inovatif yang memeriksa dasar laut untuk pelastik di atas kapal selam (Submarine) legendaris. Kapal selam legendaris fotonya tersebar di seluruh dunia dan menjadi inspirasi untuk modelnya. Plastik dari tahun 1960an. Jadi kita tahu bahwa botol pelastik itu dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun di dasar laut, bahkan pada kedalaman itu. Salah satu alasannya adalah oksigen jauh lebih sedikit dan tidak ada cahaya sama sekali.

Jadi elemen-elemen yang biasanya mendukung penguraian tidak ada di dasar laut dalam sehingga pelastik tersebut jauh lebih lambat membusuk daripada di permukaan. Sama seperti anekdot, pilot kapal selam tahu kapan mereka berada di dasar laut karena mereka melihat plastik. Jadi ini adalah indikator zona tempat kita berada ketika kita berada di ngarai (lembah).

Apa yang terjadi adalah ngarai bekerja seperti saluran, jelas semua limbah cenderung tenggelam ke zona di mana tidak ada banyak arus dan menumpuk di sana. Itulah mengapa kami menemukan zona akumulasi yang dalam ini.

Saat ini belum ada laporan pasti tentang jumlah limbah di dasar laut. Jadi ini adalah salah satu pertanyaan besar yang ada saat ini ??

 

Keamanan Pangan Dalam Ekonomi Sirkular

Acara Pertemuan FAO tentang Keamanan Pangan dalam ekonomi sirkular diselenggarakan pada Sesi ke-47 Komisi Codex Alimentarius (CAC47) pada 29 November 2024 di Jenewa, Swiss.

Kegiatan ini diselenggarakan sebagai tindak lanjut dari publikasi FAO baru-baru ini. Tujuannya adalah untuk merangsang diskusi tentang aspek keamanan pangan yang perlu diperhatikan dan Pencatatan Acara Seminar.

Penerbitan dokumen ini bukan merupakan publikasi formal. Namun, dokumen tersebut dapat ditinjau, diabstraksikan, direproduksi, atau diterjemahkan secara bebas, seluruhnya atau sebagian, tetapi tidak untuk dijual atau digunakan bersama dengan tujuan komersial dan dibahas ketika menerapkan praktik sirkular dalam produksi agripangan. Webinar ini merupakan bagian dari kegiatan di bawah Program Pandangan Ke Depan Keamanan Pangan FAO.

Latar Belakang

Ekonomi sirkular adalah landasan transformasi sistem agrifood untuk menjamin masa depan yang aman bagi semua, dengan pangan yang memadai diproduksi dalam batas-batas planet. Sementara solusi sirkular menawarkan manfaat keberlanjutan yang menjanjikan, mereka juga dapat memperkenalkan masalah keamanan pangan tertentu, seperti risiko yang ditimbulkan oleh bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik serta resistensi antimikroba.

Laporan FAO, Keamanan pangan dalam ekonomi sirkular, memberikan analisis bukti terkini dan yang muncul tentang risiko keamanan pangan dalam sistem produksi pangan sirkular. Laporan ini mengkaji secara mendalam empat dimensi utama yang menyangkut: a.) kelangkaan air, b.) kerugian makanan dan limbah makanan, c.) limbah kemasan makanan, dan d.) efisiensi penggunaan lahan. Gambaran Umum Kebijakan dan prinsip keamanan pangan harus disesuaikan dengan karakteristik unik sistem pertanian pangan sirkular.

Memastikan keamanan pangan membutuhkan upaya kolektif di semua tingkat rantai pasokan makanan, dari produsen hingga konsumen dan regulator. Setiap pemangku kepentingan memiliki peran penting dalam menjaga keamanan pangan saat kita bergerak menuju sistem pertanian pangan yang lebih berkelanjutan.

Tujuan dari acara seminar ini adalah untuk berbagi temuan dari FAO dan menstimulus diskusi tentang topik ini dengan belajar dari pengalaman di tingkat nasional.

Ikhtisar

Side Event FAO secara resmi dibuka oleh Markus Lipp, Senior Food Safety Officer FAO di Divisi Sistem Pertanian dan Keamanan Pangan, yang menyoroti bahwa dengan meningkatnya relevansi pendekatan ekonomi sirkular, Codex dan Anggota perlu menempatkan ekonomi sirkular dalam rencana mereka untuk mencegah potensi hasil kesehatan masyarakat yang negatif.

Ini akan menjadi lebih penting dalam terang pemikiran sistem pangan, transformasi sistem pangan, di mana kita harus menuju metode produksi pangan yang lebih berkelanjutan dan ekonomi sirkular tentu saja merupakan salah satu pendekatan tersebut,” kata Lipp.

Temuan utama dari publikasi FAO

Sambutan pembukaan diikuti dengan presentasi tentang area fokus yang tercakup dalam publikasi FAO Keamanan pangan dalam ekonomi sirkular dan hubungannya dengan Program Pandangan Ke Depan Mengenai Keamanan Pangan.

Vittorio Fattori, Petugas Keamanan Pangan FAO, menjelaskan bahwa keterkaitan sistem pertanian pangan sirkular, di mana sumber daya berasal dari satu proses dan masuk ke yang lain, dapat menghadirkan tantangan bagi kontaminan, banyak di antaranya dapat bertahan dan menumpuk di sepanjang proses.

Oleh karena itu, transisi ke sirkularitas membutuhkan pengembangan dan penerapan langkah-langkah manajemen keamanan pangan yang tepat untuk mengurangi terjadinya kontaminan. Secara khusus:

  • Menilai kualitas mikroba dari air yang digunakan kembali dan didaur ulang di bidang pertanian dapat membantu mencegah kontaminasi tanaman oleh mikroorganisme patogen. Pemahaman tentang implikasi keamanan pangan dari kontaminan kimia sedang berkembang dan potensi residunya berakhir di makanan memerlukan evaluasi yang cermat. Selain itu, potensi risiko gen resistensi antimikroba (AMR) untuk ditransfer ke manusia merupakan masalah yang muncul.
  • Mendistribusikan ulang, mendaur ulang, atau menggunakan kembali limbah makanan dan produk sampingan memerlukan pengelolaan sistem kompos limbah makanan yang benar untuk menghilangkan patogen dan untuk mengatasi potensi terjadinya limbah lain dalam limbah makanan dan risiko penyerapan aditif plastik dari kompos ke tanaman pangan. Standar sanitasi kompos sudah ada di banyak negara. Risiko keamanan dari mikroplastik masih belum sepenuhnya dipahami, sementara bukti perilaku gen resistensi antibiotik (ARG) dalam pengolahan limbah makanan kontras.
  • Produk kemasan yang dapat digunakan kembali, mempercepat daur ulang plastik dan mengembangkan alternatif kemasan yang aman dan berkelanjutan dapat terjadi melalui desain ulang kemasan makanan, yang harus diterapkan dengan hati-hati agar tidak membahayakan keamanan pangan.
  • Produk kemasan yang dapat digunakan kembali, mempercepat daur ulang plastik dan mengembangkan alternatif kemasan yang aman dan berkelanjutan dapat terjadi melalui desain ulang kemasan makanan, yang harus diterapkan dengan hati-hati agar tidak membahayakan keamanan pangan.
  • Sistem pertanian terpadu yang mendiversifikasi produksi dan praktik berkelanjutan lainnya melihat potensi pengurangan penggunaan agrokimia berkat pengendalian hama dan penyakit alami. Namun, mungkin ada peningkatan risiko keamanan ketika beberapa spesies hewan menempati area lahan yang sama, terutama dalam sistem yang mengandalkan kotoran atau kotoran sebagai sumber nutrisi atau dalam sistem akuakultur yang menggunakan kotoran ternak.

Fattori menyimpulkan dengan refleksi dari FAO tentang perlunya untuk:

  • Identifikasi masalah yang muncul untuk menginformasikan penilaian risiko yang cepat dan kemudian menindaklanjuti dengan proses pengambilan keputusan.
  • Pastikan bahwa manajemen risiko dan pengambilan keputusan sangat selaras dengan perubahan zaman, dan buat kerangka kerja dan kebijakan yang fleksibel.
  • Jaga agar konsumen tetap terpusat dalam diskusi seputar ekonomi sirkular, sehingga konsumen mengetahui sumber informasi tepercaya.
  • Memastikan pertimbangan yang memadai diberikan pada keamanan pangan di samping keberlanjutan dan kinerja ekonomi.

Diskusi panel Diskusi panel melibatkan dua pakar keamanan pangan: Alexandra Ferraro, Analis Masalah Internasional di Kantor Codex AS, Departemen Pertanian Amerika Serikat, dan Yongxiang Fan, Wakil Direktur Jenderal Pusat Nasional China untuk Penilaian Risiko Keamanan Pangan.

Pandangan mereka tentang isu-isu yang terkait dengan implikasi keamanan pangan dari praktik sirkular dalam sistem agrifood diuraikan di bawah ini. Diskusi dimoderatori oleh Ki Jung Min, Communication Officer, FAO.

Bagian dan Tantangan dari bahan yang kontak dengan makanan dalam ekonomi sirkular

Dari konteks AS, Alexandra Ferraro menguraikan tiga tantangan pengemasan makanan yang muncul di mana keamanan pangan bertemu dengan ekonomi sirkular:

  1. Peraturan yang bergerak cepat: Kemajuan pesat dalam inisiatif ekonomi sirkular dalam ruang pengemasan makanan mendorong peraturan nasional untuk meningkatkan penggunaan alternatif yang lebih berkelanjutan untuk kemasan makanan sekali pakai. Akibatnya, masalah keamanan pangan yang unik untuk bahan daur ulang muncul dan kurangnya keselarasan di antara peraturan nasional menciptakan hambatan perdagangan.
  2. Konsekuensi yang tidak diinginkan bagi keamanan pangan dan lingkungan: Dalam dorongan untuk transisi ke bahan kemasan yang lebih berkelanjutan, keamanan pangan terkadang mengambil prioritas kedua atau yang terburuk dapat dikompromikan karena kurangnya sifat fisik yang sesuai yang diperlukan untuk menjaga makanan tetap segar selama transportasi dan penyimpanan.
  3. Lanskap yang bervariasi: Stok pakan untuk kemasan daur ulang, akses ke stok pakan tersebut, teknologi daur ulang, dan infrastruktur sangat bervariasi tergantung pada konteks nasional.

Ferraro menyoroti bahwa topik keamanan pangan dalam ekonomi sirkular adalah bidang penelitian dan pengembangan yang sangat aktif di Amerika Serikat, menyajikan beberapa kesimpulan:

  • Solusi yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang sama.
  • Metrik dan berbagi informasi sangat penting.
  • Tidak ada “satu ukuran untuk semua”.

Ferraro menggaris bawahi perlunya pendekatan berbasis sains, risiko, dan hasil yang berfokus pada keamanan pangan, sehingga semua pemangku kepentingan dapat menemukan titik temu untuk memungkinkan partisipasi yang lebih luas dalam ekonomi sirkular.

Yongxiang Fan membahas pertimbangan keamanan pangan dalam sistem pertanian terpadu, yang telah banyak dipraktikkan di Tiongkok sejak lama.

Contohnya termasuk budidaya ikan-kepiting, budidaya padi-bebek dan integrasi budidaya murbei, pemeliharaan ulat sutera dan pertanian sayuran, yang menawarkan pendekatan holistik untuk produksi pertanian dengan mengintegrasikan budidaya tanaman, peternakan, akuakultur dan agroforestri. Mengintegrasikan praktik pertanian ke dalam sistem ini mempromosikan keberlanjutan, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, dan meningkatkan pendapatan pertanian dengan mendiversifikasi sumber pendapatan sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Fan mencatat bahwa pemerintah Tiongkok telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan sistem pertanian terpadu dan pemerintah daerah didorong untuk memfasilitasi petani untuk membangun dan memelihara sistem tersebut dengan pemotongan pajak atau dana kompensasi. Sistem ini mendukung kelangsungan ekonomi tetapi juga berkontribusi pada pelestarian ekosistem alam, menjadikannya strategi untuk pertanian berkelanjutan.

Fan juga menyoroti masalah keamanan pangan dalam pertanian terpadu. “Masalah keamanan pangan selalu menjadi tantangan dari sistem pertanian terpadu ini, misalnya residu pestisida dan pupuk serta kontaminasi silang dapat terjadi dari satu sistem ke sistem lainnya,” kata Fan. Dia juga mencatat transfer penyakit dari tumbuhan ke hewan dan akhirnya ke konsumen manusia dapat menjadi perhatian, bersama dengan tantangan pengolahan makanan, menekankan perlunya menemukan pendekatan terpadu untuk mengatasi tantangan tersebut.

Kemunduran Mutu Ikan Pada Penyimpanan Beku

Discolorisasi

Mutu ikan sering dinilai dari penampilannya. Oleh karena itu perubahan warna dapat menimbulkan penurunan mutu ikan. Perubahan di dalam daging ikan merupakan penyebab perubahan warna tersebut. Perubahan warna dapat diperlambat dengan penyimpanan pada suhu yang lebih rendah.

Pengerasan Daging

Makin lama disimpan beku, daging ikan menjadi makin keras. Menurut hasil penelitian, pengerasan daging lebih banyak disebabkan oleh rusaknya struktur jaringan pengikat atau penghubung (connective tissue). Kerusakan daging mengakibatkan lepasnya fibril, dan sel-sel menjadi lebih liat/keras. Pengerasan daging ikan disebabkan oleh proses denaturasi protein yang dilanjutkan dengan koagulasi (penggumpalan). Sehingga tekstur protein-protein daging lebih kompak. Apabila dihubungkan dengan pengeringan yang terjadi, maka daging ikan lebih keras dibandingkan pad waktu masih segar.

Perubahan Lemak

Oksidasi lemak menimbulkan bau tengik pada ikan beku yang disimpan lama, antara lain disebabkan oleh aktifitas beberapa enzim yang pada suhu sampai -40 oC masih belum berhenti. Diantara enzim-enzim itu adalah cytochrome oxsidase, yang berfungsi sebagai katalisator kuat dengan bantuan garam. Hal inilah yang mempercepat ketengikan ikan yang dibekukan dalam brine freezing, dipercepat dengan adanya kegiatan enzim tersebut. Daging berwarna hitam atau coklat pada beberapa jenis ikan seperti tuna,relatif cepat menjadi tengik selama penyimpanan beku dibandingkan dengan daging putih. Hal ini disebabkan oleh aktifnya enzim-enzim oksidasi pada daging hitam.

Driplost

Driplost dalah cairan yang berwarna putih pucat yang tidak terserap kembali oleh jaringan daging ikan beku ketika dicairkan. Drip lost adalah cairan pada ikan yang ikut keluar pada saat dilakukan proses pelelehan (thawing). Drip mengandung air yang melarutkan protein dan unsur-unsur nitrogen lain, vitamin, mineral, komponen pembentuk rasa, dan lain-lain. Jumlah drip dapat kurang dari 1% dan dapat lebih dari 20% dari berat ikan, tergantung pada faktor berikut:

  • Jenis ikan : Jika kandungan air tinggi dan kandungan protein rendah maka jumlah drip banyak.
  • Kecepatan pembekuan : pembekuan lambat menghasilkan banyak drip.
  • Jangka waktu penyimpanan : Makin lama disimpan, makin banyak drip.
  • Kestabilan suhu penyimpanan : Makin besar suhu penyimpanan berfluktuasi, drip makin banyak.
  • Suhu Pelelehan : Makin tinggi suhu pelelehan, makin banyak drip terbentuk.
  • Pembentukan drip harus dibatasi sekecil mungkin dengan memperhatikanfactor-faktor yang mempengaruhinya. Drip dapat pula dikurangi denganmenggunakan larutan garam atau larutan polifosfat.

Dehidrasi

Pengeringan (dehidrasi) yaitu berkurangnya kadar air selama produk dibekukan dan disimpan beku. Hal ini dapat ditunjukkan oleh adanya salju diatas produk beku atau memutihnya permukaan produk beku itu. Pendinginan dan pembekuan yang cepat dapat mengurangi tingkat pengeringan. Pendinginan yang cepat akan memperkecil kecepatan penguapan dari dalam produk ke udara. Sedangkan pembekuan cepat akan meminimalkan (minimize) produk itu menguap kandungan airnya.

Proses pengeringan pada ikan terjadi sejak masuk freezer dan selama penyimpanan dalam cold storage, sampai akhirnya dibeli konsumen. Hal ini disebabkan oleh adanya proses sublimasi, yaitu perpindahan uap air dari produkyang suhunya lebih tinggi pada waktu masuk freezer dan tekanan uap airnya juga relatif tinggi. Uap air itu pindah dan menempel pada cooling coil (evaporator) yang suhunya lebih rendah. Pengeringan akan berjalan makin cepat dengan adanya sirkulasi udara dingin.

Akibatnya terbentuk salju (frost)yang menutup cooling coil dan akan mengurangi kemampuan unit pendingin. Itulah sebabnya dalam konstruksi cold storage yang baru, sering dipakai cooling coil yang digantung di langit-langitsebagai pengganti fan (kipas angin). Dibandingkan dengan memakai blower,konstruksi ini lebih mempercepat proses pengeringan. Perubahan suhu penyimpanan yang terlalu besar dan sering juga membantu pengeringan produk.

Untuk memperoleh pendinginan dan pembekuan yang cepat tidak hanya dengan menggunakan udara dingin saja. Akan tetapi, udara dingin ini perlu didistribusikan secara efisien agar dapat menyentuh permukaan produk dengan sistem hembusana tau aliran udara yang efektif.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Standar Operasional Prosedur Audit Pemasok

TUJUAN (GOAL)

  1. Menjamin bahwa raw material yang dibeli memenuhi persyaratan yang ditentukan (To guarantee the raw material meet the specified qualifications).
  2. Menyeleksi dan menyusun daftar supplier yang sesuai serta menjamin bahwa raw material yang dipasok telah memenuhi standar (To select and to compiled the appropriate supplier and to ensure that the material supplied meet the standard).

RUANG LINGKUP (SCOPE)

Prosedur ini diterapkan untuk semua raw material yang masuk dari pemasok dan menjadi bagian dari produk yang dijual kepada pelanggan. (This procedure is implemented for all purchased raw material from supplier and become part of the products sold to customers).

PROSEDUR (PROCEDURE)

  1. Evaluasi supplier/kapal dilakukan secara periodik setiap satu tahun sekali (Evaluation done supplier/ship periodically every one year).
  2. Tim evaluasi supplier/kapal terdiri dari  operasional penerimaan raw material, dan petugas pengawas mutu (Supplier/ship evaluation teams consist of operational section for raw material, and quality control staff).
  3. Supplier baru harus mengisi formulir vendor company profile yang ditentukan (The new supplier must fill the definite vendor company profile form).
  4. Daftar supplier terseleksi dievaluasi sedikitnya setahun sekali oleh tim evaluasi supplier dan dari hasil evaluasi tersebut supplier akan dikualifikasi ulang (The suppliers selected were evaluated at least once a year by supplier evaluation team and the result will be re-qualification).
  5. Petugas pengawas mutu harus memeriksa raw material yang datang dalam hal mutu dan jika ada masalah berhak menolak raw mat tersebut kemudian melaporkan ke bagian pembelian raw material (Quality control must be checking raw material and then report it to the purchasing section for raw material).
  6. Evaluasi dilakukan hanya untuk supplier baru, sedangkan untuk supplier yang lama dilakukan evaluasi secara periodik tiap 6 bulan sekali (Evaluation done only for new supplier, while for regular supplier, evaluation done periodically every six month).
  7. Tim evaluasi supplier terdiri dari  operasional pembelian raw material, produksi control staff dan petugas pengawas mutu (Supplier evaluation teams consist of operational section for raw material, production control staff and quality control staff).
  8. Supplier baru harus mengisi form vendor company profile yang ditentukan (The new supplier must fill the definite vendor company profile form).
  9. Daftar supplier terseleksi dievaluasi sedikitnya setahun sekali oleh tim evaluasi supplier dan dari hasil evaluasi tersebut supplier akan dikualifikasi ulang (The suppliers selected were evaluated at least once a year by supplier evaluation team and the result will be re-qualification).
  10. Petugas pengawas mutu harus memeriksa raw material yang datang dalam hal mutu dan jika ada masalah berhak menolak raw mat tersebut kemudian melaporkan ke bagian pembelian raw material (Quality control must be checking raw material and then report it to the purchasing section for raw material).

RECORD

Pertanyaan Persetujuan Pemasok

      SUPPLIER APPROVAL QUESTIONNAIRE

 

 


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

E. Coli Dalam Bayam Dari Amerika Serikat Ke 150 Negara Anggota.

National Center for Biotechnology Information

Pada tanggal tahun 2006, departemen kesehatan Utah dan New Mexico menyelidiki klaster Escherichia Coli  di Negara Bagian Amerika.  Sebuah studi kasus terhadap 22 kasus pasien ditemukan mengonsumsi bayam dalam kemasan pelastik secara signifikan terkait dengan penyakit (p<0.01). Jenis wabah diisolasi 3 kantong dari satu merek bayam secara nasional, 205 orang sakit terkena wabah.

Pada tanggal 13 September 2006, pejabat kesehatan dari beberapa negara bagian secara independen memberi tahu Pusat  Kontrol Penyakit dan Pencegahan (CDC) tentang kelompok infeksi Escherichia Coli dan dugaan hubungan dengan bayam. E. Coli mengungkapkan 1 dari 2 jenis Toksin Shiga dan dapat menyebabkan infeksi gastrointestinal yang parah dan sindrom uremik hemolitik (HUS).

Penyelidikan wabah Negara bagian, yang melibatkan 26 negara bagian, dimulai pada 14 September. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dan CDC menyarankan konsumen untuk tidak makan bayam dalam kemasan. Departemen Kesehatan Utah (UDOH) dan New Mexico melakukan studi kasus pengendalian untuk mengklasifikasi wabah dan penyelidikan laboratorium untuk menguji bayam yang dimakan oleh pasien untuk kasus kontaminasi. Laporan ini berfokus pada investigasi yang dilakukan di 2 Negara bagian.

Definisi kasus untuk penyakit yang dikonfirmasi laboratorium adalah infeksi E. Coli yang dikonfirmasi di Utah atau penduduk Mexico dengan temuan penyakit selama 1 Agustus 2006–1 Oktober 2006, ditunjukkan oleh elektroforesis gel medan berdenyut (PFGE). Investigasi wabah yang cepat tidak memerlukan persetujuan dewan peninjau kelembagaan.

Formulir Laporan Kasus Penyakit Escherichia Coli disebabkan konsumsi bayam diberikan oleh pejabat kesehatan masyarakat lokal atau negara bagian untuk semua peserta. Informasi yang dikumpulkan meliputi tanggal timbulnya penyakit, gejala, pengobatan, komunitas paparan, dan riwayat makanan. Pertanyaan mengacu pada 8-10 hari sebelum gejala pasien merasakan sakit. Pasien kasus pertama kali diwawancarai 3-23 hari setelah timbulnya penyakit (rata-rata = 11,6 hari); wawancara lanjutan untuk kuesioner diselesaikan dalam waktu 23 hari setelah timbulnya penyakit.

Dua kontrol per kasus-pasien dicocokkan berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia untuk mencegah bias dari perbedaan potensial akibat diet. Kelompok usia adalah <4 tahun, 5-12 tahun, 13-18 tahun, 19-64 tahun, dan >65 tahun. Kontrol adalah dipilih dengan menggunakan panggilan telepon digit berurutan berbasis pada nomor telepon pasien kasus yang cocok. Kontrol melaporkan tidak ada penyakit gastrointestinal 3 hari sebelum dan sesudah tanggal timbulnya gejala dari pasien kasus yang cocok.

Rasio yang cocok dengan tepat dan interval konfirmasi (CI) dihitung dengan menggunakan logistik bersyarat regresi di SAS 9.1 (SAS Institute, Cary, NC, AS). α 0,05 digunakan. Tidak ada analisis statistik yang dilakukan untuk kategori “merek bayam” atau “lokasi bayam yang di makan”

karena data yang tidak memadai dan ketidakmampuan untuk menghasilkan perkiraan poin; Kami hanya memberikan evaluasi deskriptif dari variabel-variabel ini. Hanya orang yang mengindikasikan paparan pasti untuk satu merek bayam dimasukkan dalam evaluasi merek.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Analisis Sebaran Epifauna Dan Terumbu Karang Di Pesisir Enu Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi-Tengah

I. Latar Belakang

Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.508 pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang sangat besar. Ekosistem pesisir dan laut menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Ekosistem pesisir dan laut memiliki keunikan, serta mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Oleh karena itu wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Ekosistem pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (organisme hidup) dan nir-hayati (fisik), mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan untuk meningkatkan mutu kehidupan. Komponen hayati dan nir-hayati secara fungsional berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem yang dikenal dengan ekosistem atau sistem ekologi (Odum, 1971). Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari kedua komponen tersebut, maka akan dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Sehubungan dengan manfaat ekologis dan ekonomis penting tersebut, maka ekosistem pesisir sudah selayaknya untuk dipertahankan keberadaan dan kualitasnya. 

Salah satu ekosistem utama di wilayah pesisir adalah terumbu karang. Terumbu karang memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, sebagai tempat pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan dan tumbuh besar (nursery ground), dan tempat  mencari makanan (feeding ground) bagi beragam biota laut. Disamping itu, terumbu karang berperan sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan.

Epifauna merupakan salah satu penghuni dasar laut, cara hidupnya yang relatif menetap, baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan karena epifauna relatif peka terhadap perubahan lingkungan perairan dan mudah untuk diidentifikasi. Epifauna berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi, dari alga sampai konsumen tingkat tinggi atau disebut dengan jaring makanan (Food web).

Enu merupakan nama suatu desa yang berada di Sulawesi-Tengah, dimana pesisirnya dimanfaatkan sebagai pemukiman, pariwisata dan daerah tangkapan ikan. Akibat dari aktivitas di daerah tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya degradasi fisik habitat dan menurunkan potensi sumberdaya yang terkandung di dalamnya, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah tersebut.

Terumbu karang merupakan habitat bagi beragam biota seperti berbagai jenis crustacea, siput, kerang-kerangan, bulu babi, teripang, bintang laut dan sebagainya. Melihat peranan penting terumbu karang dalam rantai makanan pada ekosistem pesisir, maka diperlukan suatu penelitian khusus di daerah pesisir Enu agar diperoleh informasi yang lebih terperinci tentang sebaran epifauna dan terumbu karang di daerah tersebut serta interaksi antara epifauna dan terumbu karang dengan lingkungannya sehingga dapat mempertahankan keberadaan dan kualitas ekosistem tersebut.

1.2 Pendekatan Masalah

Pesisir Enu sebagai salah satu lokasi dengan pemanfaatan beragam seperti pemukiman, pariwisata dan daerah tangkapan ikan, dari aktivitas tersebut diduga akan mempengaruhi lingkungan perairan sehingga dapat menyebabkan adanya perbedaan sebaran epifauna dan terumbu karang di masing-masing stasiun penelitian.

Pendekatan masalah selanjutnya yaitu dalam proses manajemen dibutuhan informasi sumberdaya wilayah pesisir mulai dari informasi sebaran, jenis biota yang ada di daerah tersebut serta kondisinya. Informasi itu digunakan untuk melihat potensi sumberdaya pesisir di wilayah tersebut demi tujuan pembangunan, serta pemanfaatan sumberdaya alam pesisir yang berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan informasi tentang sebaran epifauna dan terumbu karang sehingga dapat dijadikan bahan masukan dalam membantu proses analisis bagi pemerintah daerah serta instansi terkait dalam pengambilan keputusan mengenai aspek tata ruang ekologi, perencanaan, pengembangan, pemanfaatan sumberdaya alam, serta dapat menjadi tambahan informasi dan wacana untuk penelitian lebih lanjut mengenai sebaran epifauna dan terumbu karang untuk upaya pengelolaan wilayah pesisir khususnya dalam hal pemantauan dan inventarisasi epifauna dan terumbu karang di pesisir Enu Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi-Tengah.

2.1 Tinjauan Tentang Terumbu Karang dan Epifauna di Pesisir

Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCo3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur. Terumbu karang bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis-jenis molusca, crustacea, echinidermata, polichaeta, porifera serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis ikan (Bengen, 2001).

Jumlah spesies terumbu karang yang terbesar berada di Indo-Pasifik, termasuk di dalamnya Kepulauan Filipina, Kepulauan Indonesia, Nugini dan bagian utara Australia. Penyebaran terumbu karang di dunia hampir semua dibatasi oleh temperatur permukaan 20 oC, perkembangan terumbu karang yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23-30 oC (Nybakken, 1992).

Menurut Bengen (2001) Secara umum terumbu karang terdiri atas tiga tipe : (a) terumbu karang tepi (fringing reef), (b) terumbu karang penghalang (barrier reef), dan (c) terumbu karang cincin atau atol. Habitat terumbu karang khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut. Peranan utama terumbu karang sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai biota yang hidup di terumbu karang atau sekitarnya. Komposisi biota yang menempati terumbu karang beraneka ragam, diantaranya dapat dilihat pada Gambar 3.

Biota yang menempati terumbu karang diantaranya : bulu babi, teripang, bintang laut, lili laut, kima, udang, kepiting, kerang, alga coklat, alga hijau berkapur, lamun, cambuk laut, kipas laut, ikan-ikan karang, cacing Polychaeta,  Bryzoa, karang batu, karang bercabang, karang api dan sebagainya (Bengen, 2001). Biota tersebut membentuk jala makanan di ekosistem terumbu karang dapat dilihat pada Gambar 4.

Antara plankton, nekton dan benthos terdapat jalinan hayati yang rumit tercermin dalam jaringan atau rantai makanan. Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari sumbernya melalui serangkaian aktivitas dengan cara makan dan dimakan yang berulang kali (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Mulai dari sumber makanan yaitu dari tumbuh-tumbuhan yang mampu merubah zat anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis. Hewan memanfaatkan zat organik dengan memakan tumbuh-tumbuhan, selanjutnya hewan tersebut dimakan oleh hewan yang lebih besar dan seterusnya. Hewan yang besar yang tidak dimakan oleh hewan lain, akhirnya akan mati dan terurai oleh bakteri menjadi zat anorganik kembali untuk dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan (Bengen, 2001).

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Ronny (2005) metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian yang diteliti atau dikaji pada waktu terbatas dan tempat tertentu untuk mendapatkan gambaran tentang situasi dan kondisi secara lokal dengan menunjukan berbagai variasi. Metode pengambilan sampel yang digunakan dengan sistematik sampling, yaitu anggota sampel diambil dengan cara memilih secara acak dari populasi pada jarak, ruang, dan urutan yang seragam dengan anggapan bahwa populasi yang padat dan jarang dapat terwakili. Diharapkan  dengan menggunakan metode sistematik sampling akan didapatkan sampel yang mewakili populasi yang diamati (Bengen, 2000).

Penelitian ini dibagi dalam 2 tahap, yaitu: (1) tahap pengambilan data di lapangan meliputi: (a) pengambilan contoh substrat, (b) pengumpulan epifauna, (c) mengukur penutupan dasar, dan jumlah individu epifauna per m2; (2) tahap berikutnya pengamatan di laboratorium meliputi: (a) analisis tekstur sedimen, (b) identifikasi epifauna, (c) analisis klorofil-a dan (d) analisis muatan padatan tersuspensi.

3.2 Penentuan stasiun pengamatan

Penentuan posisi stasiun pengamatan dilakukan dengan survei terlebih dahulu untuk menentukan lokasi yang akan dijadikan obyek penelitian. menentukan titik sampling dilakukan berdasarkan garis lintang dan garis bujur yang diketahui dengan GPS (Global Positioning System). Panjang garis pantai pesisir Enu + 4,0 Km dan yang diamati + 4,0, pengamatan dilakukan pada 8 stasiun dengan jarak antara satasiun + 500 m. Pada masing-masing stasiun dibuat 3 garis transek dengan jarak tiap transek 1 m digunakan untuk pengamatan terumbu karang dan 5 m digunakan untuk pengamatan epifauna di pesisir. Selanjutnya setiap titik sampling diambil gambarnya dengan menggunakan kamera digital dan dicatat dalam log book   mengenai kelimpahan epifauna, penutupan karang, dan masing-masing posisinya.

3.3 Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan pantai yang memiliki tanjung pada stasiun I dan II, sedangkan pada stasiun III-VIII merupakan pantai terbuka. Pesisir Enu berada sebelah barat dari Pulau Sulawesi. Daerah tersebut merupakan wilayah perairan Selat Makassar. Pantai Enu termasuk pantai yang dalam dan gelombang yang besar, sehingga cukup sulit dalam melakukan taransek.  Pengamatan epifauna dan terumbu karang yang dilakukan di lapangan menggunakan Line Intercept Ttransect (LIT) atau Metode membatasi daerah sampel dengan transek garissedangkan di laboratorium untuk pengamatan epifauna menggunakan cara identifikasi epifauna dengan mikroskop, lup dan buku identifikasi epifauna adalah Sea Shells Of Southeast Asia (Tucker Abbott, 1991),

3.4 Pengambilan contoh substrat

Contoh substrat diambil menggunakan sekop kecil mencapai kedalaman + 10 cm dengan luasan kurang lebih 10 cm x 10 cm. Contoh substrat diambil tiap stasiun satu kantung plastik, ada delapan stasiun pengamatan. Analisis contoh substrat dilakukan di laboratorium MSP FPIK-UNDIP yakni analisis penentuan tipe substrat yang dibedakan menjadi 3 fraksi (pasir, debu dan liat) dikelompokkan dalam segitiga tekstur sedimen.

Gambar Segitiga Tekstur Sedimen (Brower dan Zar, 1977)

3.5 Analisa Data

3.5.1 Prosentase jumlah penutupan karang hidup

Prosentase penutupan dapat menggambarkan prosentase luas area yang ditutupi oleh terumbu karang yang dilewati garis transek, dirumuskan oleh Bouchon (1981) in UNEP (1993) sebagai berikut :

Selanjutnya mengukur indeks Keanekaragaman dengan rumus :

Analisa Korelasi dengan rumus :

4.1 Hasil Dan Pembahasan

Desa Enu terletak pada ketinggian 0 sampai 15 m di atas permukaan laut, dengan panjang garis pantai 4,0 Km. Secara geografi desa Enu merupakan desa di pesisir yang sebelah timur desa tersebut merupakan wilayah pegunungan. Desa Enu merupakan salah satu desa yang berdekatan dengan garis katulistiwa dengan luas wilayah desa Enu adalah 716,42 Ha. Wilayah pesisir desa Enu dimanfaatkan untuk pemukiman, daerah wisata dan daerah penangkapan ikan serta hasil laut lainnya. Berdasarkan aktivitas masyarakat setempat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan epifauna dan terumbu karang di perairan tersebut. Pesisir Enu merupakan wilayah yang memiliki tanjung sehingga dipinggiran tanjung tersebut ditemukan hamparan terumbu karang. Sekitar tanjung tersebut merupakan perairan jernih sehingga oleh pemerintah setempat dijadikan kawasan wisata.

4.2 Analisa Tekstur Sedimen

Analisis tekstur sedimen diujikan di laboratorium MSP, FPIK-UNDIP diperoleh data seperti pada tabel dibawah ini.

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa jenis tekstur sedimen pada delapan stasiun penelitian adalah pasir, yang terdiri dari pasir kasar, pasir sedang, pasir halus dan pasir sangat halus. Perbedaan tekstur antara stasiun adalah pada ukuran butiran pasirnya dan warna teksturnya. Diperoleh prosentase masing-masing tekstur yakni : Pasir 100% debu 0% dan liat 0%.

4.3 Distribusi Epifauna

Distribusi atau penyebaran dapat dianggap sebagai suatu bidang dari kelimpahan dan mempunyai hubungan yang timbal balik. Epifauna yang ditemui dilapangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Pada satsiun 2 diperoleh data :

Dari data di atas diperoleh hasil indeks Keanekaragaman dan Keseragaman sebagai berikut :

4.4 Penutupan Dasar Peraiaran Dan Komposisi Jenis.

Penutupan Dasar Perairan dan Komposisi Jenis  Daerah penarikan sampel merupakan daerah karang tepi (fringing reef) dengan material dasar berupa karang hidup, karang mati, pecahan karang, dan pasir. Komposisi jenis merupakan prosentase penutupan karang hidup pada tiap jenisnya yang menggambarkan besarnya penutupan jenis karang yang ditemukan di lokasi tersebut. Penutupan dasar perairan di pesisir Enu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Prosentase penutupan dasar tertinggi untuk karang hidup pada stasiun I yakni  28,24 m2 dengan prosentase sebesar 94,13%, karang mati 0,41 m2 dengan prosentase sebesar 1,36%, pecahan karang 0,00 m2 dengan prosentase sebesar 0,00%, dan pasir 1,35 m2 dengan prosentase sebesar 4,50%. Sedangkan pada stasiun II penutupan karang hidup 21,90 m2 dengan prosentase sebesar 73,00%, karang mati 0,41 cm2 dengan prosentase sebesar 4,50%, pecahan karang 2,76 m2 dengan prosentase sebesar 9,20%, pasir 3,99 m2 dengan prosentase sebesar 13,30%. Pada stasiun III-VIII prosentase penutupan terendah untuk karang hidup, karang mati dan pecahan karang, untuk pasir prosentase penutupannya sebesar 100%. Komposisi jenis karang hidup berdasarkan genus yang ditemukan di pesisir Enu pada stasiun I dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Dapat dilihat bahwa jenis karang yang paling sering dijumpai adalah Acropora dengan prosentase penutupan sebesar 18,89%, sedangkan jenis yang prosentase penutupannya terendah yakni Favia, Goniopora, Porites, dan Polyphyliadengan prosentase penutupan sebesar 2,22%. Dapat dibandingkan dengan hasil transek pada stasiun II. Komposisi jenis karang hidup berdasarkan genus yang ditemukan di pesisir Enu pada stasiun II dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Berdasarkan Grafik diatas dapat dilihat penutupan karang hidup pada stasiun II yakni jenis Acropora dengan prosentase penutupan sebesar 18,75%, sedangkan jenis karang yang paling kecil prosentase penutupannya yakni jenis Achanthastrea, Cosnicarae, Galaxea dan Leptoria dengan prosentase penutupan sebesar 2,50%.  Pada stasiun II terlihat ada tumpukan pecahan karang, pada tabel penutupan dasar terlihat  ada 2,76 m2 pecahan karang dengan prosentase 9,2% dari 30 m2. Menurut warga setempat di perairan Enu sering terjadi aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyak pecahan karang yang terdapat di pinggiran pantai yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman untuk terumbu karang pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada tabel berikut.

hasil Pengukuran Parameter Lingkungan yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Peta yang digunakan dalam menentukan posisi titik sampling berasal dari Citra Landsat tahun 2003, yang kemudian di crop dan diberi posisi titik sampling yang menjadi lokasi penelitian. Peta posisi titik sampling tersebut digunakan untuk melihat pada posisi lintang dan bujur yeng ditemui epifauna dan terumbu karang di pesisir. Posisi titik sampling diperoleh dengan survei ke lapangan dan direkam posisinya menggunakan GPS (Global Positioning System).

Posisi titik sampling yang ditemui epifauna dan terumbu karang adalah pada stasiun I (00o 31’ 02,09” LS, 119o 46’ 04,02” BT) dan stasiun II (00o 31’ 52,04” LS, 119o 46’ 31,06” BT), sedangkan pada stasiun III (00o 32’ 08,02” LS, 119o 46’ 40,05” BT), stasiun IV (00o 32’ 25,00” LS, 119o 46’ 45,00” BT), stasiun V (00o 32’ 40,05” LS, 119o 46’ 50,09” BT), stasiun VI (00o 32’ 55,04” LS, 119o 46’ 57,09” BT), stasiun VII (00o 33’ 11,00” LS, 119o 47’ 03,01” BT), stasiun VIII (00o 33’ 27,00” LS, 119o 47’ 07,01” BT) tidak ditemui epifauna dan terumbu karang.

Pada stasiun yang ditemui epifauna dan terumbu karang dicirikan dengan daerah yang berdekatan dengan tanjung, dengan kecepatan arus berkisar antara 3,27-3,56 m/s, pada kecerahan 200 cm atau 100%, pada pH 6,2-6,3, dengan kandungan klorofil-a 0,09-0,11 mg/m3, serta dengan MPT 0,21-0,22 mg/L Sedangkan titik sampling yang tidak ditemui epifauna dan terumbu karang, memiliki ciri daerah pantai yang terbuka, dengan kecepatan arus berkisar antara 2,22-2,39 m/s, pada pH 6,4-6,7, pada kecerahan 80-85 cm, dengan kandungan klorofil-a 0,05-0,08 mg/m3, serta dengan MPT 31-43 mg/L.

5.1 Kesimpulan Dan Saran

5.1.1 Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

     

      1. Sebaran epifauna dan terumbu karang di pesisir Enu Sulawesi Tengah dari delapan stasiun, ditemukan hanya pada stasiun I dan II dengan kelimpahan individu untuk epifauna pada stasiun I sebanyak 182 epifauna dan stasiun II sebanyak 91 epifauna per 900 cm2. Pada stasiun I indeks keanekaragaman sebesar 2,68 indeks keseragaman sebesar 0,83, dan pada stasiun II indeks keanekaragaman sebesar 3,15, indeks keseragaman sebesar 0,94, menunujukan pada stasiun I dan II perairannya masih baik. Penutupan dasar untuk terumbu karang per 3000 cm2, pada stasiun I terdiri dari : (a) karang hidup 2824 cm2, (b) karang mati 41 cm2, (c) pecahan karang 0 cm2, (d) pasir 135 cm2. Pada stasiun II : (a) karang hidup 2190 cm2, (b) karang mati 135 cm2, (c) pecahan karang 276 cm2, (d) pasir 399 cm2.

      1. Dari hipotesa penelitian bahwa parameter lingkungan yang diukur meliputi suhu kolom air, salinitas, kecepatan arus, pH, kecerahan, kandungan klorofil-a, dan muatan padatan tersuspensi memiliki hubungan dengan kelimpahan epifauna dan kelimpahan terumbu karang.

      5.1.2 Saran.

         

          1. Perlunya pengelolaan pesisir yang lebih lanjut dan berkesinambungan di pesisir Enu, agar dampak dari aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat tidak mengganggu kehidupan epifauna dan terumbu karang.

          1. Perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan dengan melihat keterkaitan faktor fisika-kimia yang lain terhadap kelimpahan epifauna dan terumbu karang serta lingkungan sosialnya untuk mendukung keakuratan data yang diperoleh di pesisir Enu Provinsi Sulawesi-Tengah.

        Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

        Salmonella Dalam Susu Formula Bayi Dari Prancis Ke 13 Negara mengandung salmonella agona.

        Dikutip dari EFSA Jurnal  Publikasi 23 Januari 2018

        Wabah infeksi Salmonella Agona di multi-negara terkait dengan susu formula bayi telah berlangsung di Prancis sejak Agustus 2017. Pada 11 Januari 2018, wabah telah mempengaruhi 39 bayi (anak-anak <1 tahun) : 37 di Prancis, satu di Spanyol dikonfirmasi dengan pengurutan genom utuh (WGS) dan satu di Yunani, dianggap terkait dengan peristiwa ini berdasarkan adanya karakteristik biokimia yang langka dari isolat.

        Tanggal timbulnya gejala untuk kasus terbaru adalah 2 Desember 2017. Bukti yang tersedia dari investigasi epidemiologi pada manusia dan investigasi ketertelusuran dalam makanan mengidentifikasi tujuh merek susu formula bayi yang berbeda dari satu perusahaan pengolahan di Prancis sebagai kendaraan infeksi. Setelah menerima pemberitahuan pertama pada 2 Desember 2017 tentang jumlah kasus S. Agona yang tidak biasa di Prancis, pihak berwenang Prancis melakukan penyelidikan di pabrik yang terlibat.

        Pada tanggal 4 Desember 2017, mereka memberi tahu Sistem Peringatan Cepat untuk Pangan dan Pakan (RASFF) setelah mengonfirmasi bahwa beberapa produk yang terkena dampak telah diekspor ke negara lain.

        Setelah dilakukan investigasi di perusahaan pengolahan, semua produk yang diproduksi sejak 15 Februari 2017, termasuk produk selain susu formula bayi, telah ditarik kembali dan/atau ditarik, sebagai tindakan pencegahan. Otoritas kompeten Perancis sedang memverifikasi bahwa tindakan yang diambil oleh perusahaan pengolahan dalam menanggapi peristiwa ini telah memadai dan tepat. Pada tanggal 15 Januari 2018, produk yang ditarik kembali telah didistribusikan ke 13 Uni Eropa. Negara (Belgia, Bulgaria, Siprus, Republik Ceko, Prancis, Yunani, Irlandia, Belanda, Rumania, Slovenia, Slovakia, Spanyol, dan Inggris) dan ke 54 negara ketiga. Sebagian besar batch yang terlibat dalam penyelidikan belum melewati tanggal kedaluwarsa.

        Namun, tindakan penarikan dan/atau penarikan kembali secara luas, larangan ekspor dan penangguhan distribusi pasar batch ini, diterapkan sejak awal Desember 2017 oleh otoritas kompeten Perancis dan perusahaan pengolahan A, kemungkinan besar akan mengurangi risiko penularan pada manusia secara signifikan. Namun, masih ada kemungkinan bahwa kasus-kasus baru dapat terdeteksi. Negara ketiga tempat produk yang ditarik kembali didistribusikan telah diberitahu oleh RASFF melalui INFOSAN.

        ECDC menawarkan layanan WGS kepada negara-negara UE/EEA yang tidak memiliki kapasitas untuk melakukan pengurutan dan analisis secara tepat waktu sebagai bagian dari penyelidikan ini. Analisis WGS multi-negara sedang dilakukan di Institut Pasteur.

         

        Salmonella adalah sekelompok bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan yang ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri.Penyakit akibat infeksi Salmonella dapat menimbulkan gejala berupa sakit perut, demam, diare, hingga kram pada perut.

        Bakteri Salmonella banyak ditemukan pada makanan yang dimasak kurang matang atau tidak dicuci sampai bersih, air minum yang tidak bersih, dan tempat pembuangan limbah yang tidak layak. Itulah sebabnya, masyarakat selalu disarankan untuk mencuci buah dan sayur sampai bersih, memasak makanan hingga benar-benar matang, dan minum air bersih.

        Salmonella Agona adalah genus anaerobik fakultatif, berbentuk batang, gram negatif. Lebih dari 2600 serotipe yang termasuk dalam infeksi berkembang sebagai gastroenteritis yang sembuh sendiri, dan pengobatan antibiotik hanya diperlukan pada kasus berat yang berhubungan dengan pasien dengan gangguan kekebalan tubuh atau mereka yang berada pada usia ekstrem seperti bayi.

        Oleh karena itu, munculnya strain yang resistan terhadap β-laktam dan sefalosporin merupakan masalah kesehatan masyarakat dan keamanan pangan yang relevan (menunjukkan sifat virulensi) yang memainkan peran penting dalam infeksi sistemik , seperti pulau patogenisitas , gen invasi dan adhesi, dan enterotoksin.

         

        Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

        Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

        Exit mobile version